Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk membuat jaringan seluler lebih ramah lingkungan. Termasuk penyediaan listrik untuk kebutuhan base transceiver station. Terutama BTS di kawasan terpencil yang tidak terjangkau jaringan listrik.
Daerah terpencil biasanya menggunakan generator diesel atau bisa juga energy terbarukan, seperti sel surya atau kincir angin atau kombinasi dari keduanya. Hanya untuk tenaga diesel yang menjadi kendala adalah masih mahalnya pengiriman bahan bakar, sementara sel surya dan angin kapasitasnya terbatas.
Selama ini penyimpanan listrik energy matahari maupun angin selalu menggunakan aki. Kelemahan aki, selain kapasitasnya terbatas, juga dibutuhkan waktu lama, sementara angin tidak selalu bertiup kuat, sementara matahari hanya bersinar waktu siang.
Daerah terpencil biasanya menggunakan generator diesel atau bisa juga energy terbarukan, seperti sel surya atau kincir angin atau kombinasi dari keduanya. Hanya untuk tenaga diesel yang menjadi kendala adalah masih mahalnya pengiriman bahan bakar, sementara sel surya dan angin kapasitasnya terbatas.
Selama ini penyimpanan listrik energy matahari maupun angin selalu menggunakan aki. Kelemahan aki, selain kapasitasnya terbatas, juga dibutuhkan waktu lama, sementara angin tidak selalu bertiup kuat, sementara matahari hanya bersinar waktu siang.
Sebuah solusi menarik sekarang ini telah dibuat dengan mengubah kelebihan listrik yang dihasilkan pada saat-saat tertentu dalam bentuk gas alam sintetik.
Proses ini berhasil dikembangkan ilmuwa jerman dan Austria, antaralain kerjasama dengan institute Fraunhofer untk Teknologi Sistem Energi dan Bahan Bakar Matahari, Jerman.
Melaui proses elektrolisis, arus listrik searah dari kincir ataupun sel surya akan memisahkan air menjadi gas hydrogen dan oksigen. Penambahan karbon dioksida pada hydrogen akan menjadikan metana dan gas hasil metanisasi ini bisa disimpan dalam tabung gas atau disalurkan melalui jaringan gas yang ada saat ini.
Bagi daerah terpencil, hal ini sangat bermanfaat, bukan hanya untuk kebutuhan dapur, melainkan juga menyediakan listrik. Bahkan saat ini sudah banyak genset yang menggunakan bahan bakar gas, pembangkit fuel-cell juga bisa menggunakan tanpa direpotkan dengan transportasi yang sulit dan berbahaya.
Bagi Negara yang sangat kaya dengan sinar matahari dan memiliki ribuan pulau terpencil seperti Indonesia, hal ini tentu merupakan keuntungan jika diterapkan.
Apalagi sekarang ini ilmuwan Fraunhofer juga sudah menemukan sel surya yang memiliki efisiensi 41,1 persen yang dikembangkan ilmuwan muda, Dr Frank Dimrtoh dan timnya. Sel surya metamporpic triple-junction ini efisiensinya hampir dua kali efisiensi sel surya berbasis silicon konvensional saat ini.
Proses ini berhasil dikembangkan ilmuwa jerman dan Austria, antaralain kerjasama dengan institute Fraunhofer untk Teknologi Sistem Energi dan Bahan Bakar Matahari, Jerman.
Melaui proses elektrolisis, arus listrik searah dari kincir ataupun sel surya akan memisahkan air menjadi gas hydrogen dan oksigen. Penambahan karbon dioksida pada hydrogen akan menjadikan metana dan gas hasil metanisasi ini bisa disimpan dalam tabung gas atau disalurkan melalui jaringan gas yang ada saat ini.
Bagi daerah terpencil, hal ini sangat bermanfaat, bukan hanya untuk kebutuhan dapur, melainkan juga menyediakan listrik. Bahkan saat ini sudah banyak genset yang menggunakan bahan bakar gas, pembangkit fuel-cell juga bisa menggunakan tanpa direpotkan dengan transportasi yang sulit dan berbahaya.
Bagi Negara yang sangat kaya dengan sinar matahari dan memiliki ribuan pulau terpencil seperti Indonesia, hal ini tentu merupakan keuntungan jika diterapkan.
Apalagi sekarang ini ilmuwan Fraunhofer juga sudah menemukan sel surya yang memiliki efisiensi 41,1 persen yang dikembangkan ilmuwan muda, Dr Frank Dimrtoh dan timnya. Sel surya metamporpic triple-junction ini efisiensinya hampir dua kali efisiensi sel surya berbasis silicon konvensional saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar