Di Kampung Tirtasari, di belakang Perumahan Setra Duta, Bandung Utara, delapan tahun lalu, seniman patung Nyoman Nuarta menanam 400 pohon pinus. Kini pinus itus seolah menjadi pelindung tiga rumah yang berdiri di atas lembah.
Oleh Putu Fajar Arcana reviews by Kevin
Di lembah dengan desau pinus itu Nuarta shari-hari memancing energi kreativitasnya. Pada areal seluas 6.000 meter persegi tumbuh juga berbagai pohon buah, seperti jeruk, jambu, srikaya, dan mangga. Tak jauh dari lokasi itu batang-batang bambu mencucuk tebing lembah. Bahkan, pohon bunut dengan batang besar dan mungkin telah berumur puluhan tahun seperti dibiarkan tumbuh liar. Tak urung hutan kecil itu menjadi sarang burung dan musang.
"Malah ada beberapa induk musang yang jinak. Kalau saya beri buah, eh malah datang. Biasanya sih pagi atau petang hari," tutur Nyoman Nuarta pada awal Mei 2011.
Tiga rumah yang dibangun Nuarta masing-masing diperuntukkan bagi dua putrinya, Anya dan Tasya. Sementara satu rumah lain yang langsung menghadap lembah belum selesai dibangun. Rumah itulah nanti yang menjadi tempat hidup Nyoman Nuarta. "Sekarang saya menempati rumah Tasya, yang kebetulah tinggal bersama suaminya di Jakarta," tuturnya.
Kendati berstatus rumah "pinjaman" dari anknya, perupa kelahiran Tabanan, Bali, itu membangun "studio", tepatnya ruang kerja, di lantai dua. Ia juga memiliki satu ruang kerja lain didalam kamar tidurnya. Asal tahu, kendati berprofesi sebagai seniman patung. Nuarta tidak lagi memegang pahat untuk menatah kayu atau batu. Sejak awal ia mengkhususkan diri menekuni patung logam dengan teknik cor. Oleh sebab itu, sejak awal pula seniman ini bekerja dengan komputer.
"Sudah tak ada lagi pensil atau kertas untuk buat sketsa. Saya sudah langsung menggambar di komputer kendati belum tiga dimensi," katanya. Penyertaan teknologi di dalam seluruh proses kerja patung itulah yang membuat Nuarta leluasa mengerjakan patung-patung luar ruang berukuran raksasa.
Tiga Dimensi
Tiga gugusan rumah di lembah Tirtasari milik Nuarta, dalam istilahnya, termasuk rumah tiga dimensi. "Sluruh sisi rumah diberi akses ruang terbuka, seperti kebun dan jalan. Jadi, tidak ada sisi yang disebut belakang," katanya.
Nuarta membuat jalan di antara masing-masing rumah, lalu di sisinya di tanami pohon seperti srikaya dan jeruk. Di bagian depan dan samping berderet pohon pinus. Sementara di halaman tengah terdapat kolam renang yang kebetulan belum difungsikan.
Dari ruangan kerja, baik yang di kamar maupun di dekat ruang keluarga, Nuarta bisa leluasa memandangi deretan pinus atau hutan di sepanjang garis lembah. Dari situ, ia juga bisa memandang atap NuArt Gallery miliknya yan belokasi di seberang lembah. Bahkan, bengkel kerjanya bisa juga dipandangi dari lantai tiga rumahnya yang terbuka.
Rasanya agak aneh, di tengah hutan pinus berdiri tiga gugus rumah berbentuk kotak yang dikonstruksi dari baja dan beton. Nuarta punya alasan spesifik soal itu. "Kalau aku pakai kayu, berarti harus menebang pohon. Pohon tidak tergantikan, Bung," katanya.
Ia merasa rugi menanam ribuan pohon di sekitar galeri, bengkel, dan rumahnya jika akhirnya haru mendirikan rumah dari batang-batang pohon. Di luar soal itu, menurutnya, dari Lembang sampai Bandung terdapat sesar yang setiap saat bisa bergeser menjadi gempa, "Makanya seluruh struktur rumah ini sudah memperhitungkan daya tahan terhadap gempa dalam skala tertentu. Kita tidak tahu kapan itu akan terjadi," tutur Nuarta.
Rumah dalam diri Nuarta harus menjadi simbol dari kreativitas. Dari ruang kerja ia merancang gambar-gambar patung, lalu mengolahnya di bengkel, yang kira-kira hanya berjarak 400 meter, bersama para staf dan tukang-tukangnya. Tak tanggung-tanggung, bengkel kerja Nuarta sebagian besar berupa ruang terbuka yang penuh dengan aneka rangka dan bagian-bagian patung berukuran besar yang sedang dibangun. Satu kepala patung saja bisa beriameter 5-15 meter.
Lembah dan suara air terjun yang mengalir dekat bengkel kerjanya selalu menjadi desau alam yang memancing kreativitas. Itulah yang, menurut lelaki berbadan tinggi besar ini, selalu membuatnya merasa hidup, "Seolah air kreativitas itu tak pernah habis di sini," katanya.
Nuarta termasuk seniman yang betah "berkeliaran" di sekitar rumahnya sepanjang hari. "Paling saya dari ruang kerja ke galeri, kafe, dan bengkel, semuanya dalam lingkungan ini," katanya. Di areal seluas sekitar 3,5 hektar milik Nuarta terdapat fasilitas-fasilitas tadi, termasuk taman patung. "Semuanya saya buat agar merasa betah bekerja," tuturnya.
Saat burung pelatuk bernyanyi seperti memberi tanda bahwa hari sudah petang, kami bergegas ke lantai atas. Dan dari situ lembah hijau bisa di pandang sepanjang hari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar