Selasa, 12 April 2011

Nuansa China Tanpa Merah

Desain karya Agam Riadi

oleh Yulia Sapthiani disadur oleh Kevin

Nuansa China di dalam ruangan tidak identik dengan warna merah. Jika dipadukan dengan cara yang tepat, pernak-pernik dari budaya China bisa serasi bersanding dengan budaya Indonesia.

Memasuki kamar tidur karya desainer interior Roland Adam, yang terlihat menonjol adalah nuansa warna biru putih. Tak ada secuil pun warna merah meski kamar ini menjadi bagian dari pameran desain interior bertema Tahun Baru China yang digelar Elite Ciptagraha di Jakarta, Januari lalu.

Roland memakai batik sebagai inspirasi untuk desainnya yang bertema ”Chinese Blues”. Helaian kain batik biru dengan motif truntum berwarna putih yang sebenarnya berupa taplak meja ini dijadikan wallpaper di beberapa bagian dinding.

Kain dengan motif yang sama dijadikan seprai yang dipadukan dengan warna putih bermotif seperti tenun ikat. Sarung bantal tempat tidur dan sofa juga memakai batik asal Pekalongan tersebut.

Batik yang merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia ini dipadukan dengan patung dan guci antik khas China yang diletakkan di salah satu sudut ruangan. Penggabungan dua budaya asal Timur ini digabungkan dengan nuansa Barat berupa garis-garis yang menyerupai bingkai foto di dinding serta lampu gantung Baccarat berwarna bening.

”Pada dasarnya, saya memang ingin memakai batik untuk desain ini. Warna biru putih saya pilih dengan inspirasi dari barang-barang keramik China yang punya warna serupa. Jadi, membuat desain dengan tema China tidak harus selalu memakai warna merah,” kata Roland.

Dengan tema ”Shanghai Roaring 20’s”, ruang makan karya Agam Riadi juga tak menampilkan nuansa merah. Diilhami sebuah poster yang menggambarkan gadis-gadis Shanghai berpakaian cheongsam beraneka warna, ruang makan ciptaan Agam juga cukup berwarna. Poster yang diperbesar ini pun menjadi latar belakang ruang makan.

Kehidupan glamor yang terjadi di Shanghai, sebagai kota perdagangan, tahun 1920-an diterjemahkan menjadi desain yang juga mengesankan kemewahan. Lampu gantung berwarna putih dan hijau menjadi pusat perhatian ruangan.

”Shanghai sudah menjadi kota yang modern pada saat itu. Saya pun membayangkan ketika ada jamuan makan, acaranya pasti mewah,” kata Agam, menceritakan inspirasi desain ruang makannya yang penuh warna sebagai tanda musim semi.

Selain poster perempuan Shanghai yang dipasang di dinding, nuansa China bisa dilihat pada detail di atas meja makan, seperti piring dan gelas dari keramik serta bunga krisan hijau kekuningan yang juga populer di China.

”Nuansa China tidak harus diperlihatkan melalui huruf China, lampion, dan warna merah karena keceriaan tidak hanya diperlihatkan melalui warna merah. Saya melepaskan tatanan baku mengenai budaya seperti itu dengan lebih memerhatikan detail, seperti pada piring dan gelas yang saya gunakan,” kata Agam.

Keluar dari konsep baku juga dilakukan Ary Juwono dalam menata ruang yang dipakai untuk menjamu tamu. Ary bahkan memakai warna kuning yang cukup mencolok untuk dinding sebagai latar belakang lukisan bergambar gadis China dan lampu gantung Baccarat bernuansa hitam di pusat ruangan.

Sebagai ciri khas China, Ary menempatkan bunga krisan kuning dalam vas dari perak serta tiga guci besar, yang dalam ukuran aslinya yang kecil biasa dipakai untuk menyimpan cairan berupa obat. Warna putih polos dipilih Ary untuk guci tersebut guna memperlihatkan sisi modern dibandingkan dengan guci putih biru yang menjadi ciri klasik guci dari China.

”Saya mencoba membuka pikiran untuk mencoba hal lain, seperti warna dinding yang kuning ini. Bagi saya, yang penting dalam mendesain adalah ada benang merah berupa konsep yang harus dipertanggungjawabkan,” kata Ary.

Desainer lain, Fifi Fimandjaja, mengeksplorasi warna keramik celadon asal China, yaitu keramik yang berwarna hijau pucat, untuk merancang ruang kerja di rumah.

Ruang kerja ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu area membaca dengan warna-warna celadon pada sofa dan bantalnya, yang dipadukan dengan lemari buku warna hitam. Ruang ini bersebelahan dengan meja kerja dan kursi bambu warna coklat tua pada kerangka serta hijau pada bagian jok dan sandaran kursi.

”Bagi saya, tidak ada aturan ketat tentang suatu desain. Suasana China, misalnya, tidak harus ditampilkan dengan warna merah atau emas,” kata Fifi.

Desainer lainnya, Yuni Jie, yang menganut paham modern menggabungkan warna oranye, hitam, merah, putih, dan emas untuk menata ruang tamu dan serambinya.

Yuni, yang menggabungkan gaya kasual dan modern pada desainnya, memperlihatkan dominasi warna merah melalui dinding yang berada di serambi. Sedangkan untuk ruang tamu, desainer lulusan Cornish College of The Arts, Seattle, Amerika Serikat, ini memakai nuansa hitam putih, terutama di bagian lantai.

Pada zaman modern yang penuh kebebasan seperti sekarang ini, desain interior memang telah meninggalkan pakem-pakem lamanya. Kreativitas para perancang menghasilkan desain semakin beragam tanpa meninggalkan benang merah yang menjadi tanggung jawab desainer terhadap sebuah konsep.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar